Langkahkan Kaki Segera
January 15, 2009
Oleh: Amienuddin Imam Muhayi
Pada jamaknya manusia memiliki ribuan keinginan, karena itulah sifat dasar, fitrah manusia. Ingin begini, ingin begitu seperti kucing kecil di serial anak-anak Doraemon. Apalagi ketika ada orang lain yang sukses dengan suatu hal, maka berbondong-bondonglah untuk ikut melakukannya, tanpa lebih jauh lagi menghitung dan mengalkukasi untuk-rugi, keunggulan dan resikonya. Itulah manusia.
Demikian dengan saya, atau Anda, saya yakin Anda ingin hidup enak, ingin sukses di kehidupan, ingin bisnis sukses, punya rumah, punya kendaraan dsb. Tapi satu hal yang paling penting dan tersulit yang dilakukan adalah memulainya.
Betapa banyak orang yang ingin berwirausaha, ingin mendalami suatu kemampuan bahasa asing, ingin menjadi motivator bagi orang lain, ingin menjadi pendakwah dsb. Biarpun kita sudah memasang niat dan tekad yang kuat, dan kita pun tahu dan sadar untuk apa ia melakukannya namun, lagi-lagi keinginan-keinginan itu hanya berhenti di kepala saja, berhenti pada angan dan mimpi, tanpa pernah di coba untuk action. Jadilah kita anggota NATO, No Action Talk Only, hanya pandai berbicara saja tanpa aksi, hanya pandai menganalisi di atas kertas tanpa berani mewujudkannya di lapangan.
Seperti perenang yang memulai dari tepi pantai, seperti pendaki yang memulai dari kaki gunung. Pelari Trialon tidak akan mampu berlari bermil-mil jika tidak dimulai dari langkah pertama. Satu langkah sulit di awal akan membuat langkah-langkah berikutnya menjadi mudah dan menyenangkan.
Untuk memulai sesuatu terkadang kita butuh suatu momentum tertentu, teman-teman saya ketika sekolah, ingin belajar mengaji ketika mereka menginjak kelas 3 atau mau ujian terakhir, para siswi ingin berjilbab ketika datang tahun ajaran baru. Sebagian lainnya ingin berbusana muslimah setelah pergi haji. Jika Anda termasuk tipe seperti itu, maka carilah momen itu, cari saat-saat yang tepat untuk memulai aktivitas mulia Anda, sebagaimana seorang penulis yang menunggu mood untuk mewujudkan karya terbaiknya. Menunggu momen bisa dijadikan waktu yang efektif walau sebenarnya kurang baik. Karena akan sangat tergantung pada kondisi ideal dan itu pasti membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Bayangkan ketika seorang kolumnis menunggu mood untuk menulis, maka peristiwa dan data yang datang berseliweran di depannya akan hilang begitu saja, karena di saat itu ia tidak memiliki mood untuk menulis.
Tentu Anda tidak menunggu di-PHK khan untuk memulai memproduksi susu kedelai misalnya atau untuk menjadi distributor produk terkenal, membuat usaha katering, membuat pelatihan kecil-kecil kecilan?.
Langkahkan kaki segera
Mimpi-mimpi Anda tidak akan segera menjadi kenyataan kalau hanya sebatas mimpi, segera mulai. Jika Anda ingin menjadi penulis mulailah menulis apa saja, jika Anda ingin berwirausaha segera berbisnis, segera produksi dan pasarkan produk Anda, jika Anda ingin menjadi mentor, motivator segera undang orang-orang di sekitar Anda untuk menjadi audiens Anda pertama kalinya, sekaligus menguji tingkat kualitas pelatihan Anda selanjutnya.
Ada penyakit menular yang menjangkiti orang-orang di awal-awal memulai suatu aktivitas, dalih, dalih dan dalih. Karena saking takutnya ia memulai suatu hal, hati kita terdorong untuk menjustifikasi diri atas kegagalan ketika mulai melangkah. Belum punya modal, bagi orang-orang yang ingin memulai suatu wirausaha. Belum siap mental misalnya bagi orang-orang yang ingin menjadi pembicara, belum ada perangkat-perangkat pendukung untuk pekerjaannya, menunggu saat dan tempat yang tepat dsb. Pendeknya hati kita sudah terplot atau memiliki maind set yang cenderung membenarkan sikap kita untuk menunda melangkah. Lebih parah lagi ketika kita menularkannya kepada orang lain.
Saya memiliki pengalaman pribadi, sejak sekolah menengah pertama saya sudah memiliki keinginan untuk menulis, mengarang apa saja, di samping dorongan yang begitu kuat dari orangtua. Ketika itu orang tua mengatakan, jika kamu ingin mewarisi sesuatu, dan tetap abadi maka menulislah. Saya mulai membeli buku. Karena untuk menulis perlu membaca, maka perpustakaan adalah tempat favorit bagi saya, buku-buku berat saya baca, walaupun sama sekali belum paham ketika itu. Buku pertama saya, Tasauf Modern karya Hamka saja beli, tidak begitu tebal sih tapi butuh menabung untuk mendapatkannya. Lalu apakah saja menulai menulis?, tidak juga.
Hingga saat sekolah menengah atas, saya berfikir bahwa untuk menulis butuh stimulus dan membaca tulisan orang-orang terkenal, saya pun meminjam mesin ketik dinas paman ketika itu, dan mulai berburu kliping tulisan di surat kabar bekas yang saya beli di pasar. Lalu apakah saya mulai menulis? Tidak juga. Hingga saat ada kesempatan mengirimkan naskah tulisan di salah satu surat kabar ibukota bagi penulis pemula, akhirnya saya pun menulis, saya kirimkan, dan ternyata saya tunggu-tunggu tidak kunjung dimuat, saya pun berhenti untuk menulis lagi, hingga suatu saat saya pernah mengalami masa produktif, setiap hari ada artikel yang saya tulis.
Saat SMP saja sudah mulai membuat les belajar untuk anak-anak SD hanya bermodal paman tulis buatan orang tua dari kayu-kayu bekas. Teman saya sudah mulai berjual hanya bermodalkan uang kurang dari 25 ribu rupiah untuk membeli kue di bursa subuh di Pasar Senen yang kemudian ia jual kembali di sela-sela kegiatan kuliah, hasilnya dia dapat mengantongi separoh dari modalnya setiap hari, dan itupun terus bertambah dari hari-ke hari.
Memulai suatu aktivitas memang sangat berat, tapi kebanyakan disebabkan karena ketakutan dalam diri dan perasaan under estimate di hati, takut rugi, takut dikatai orang, malu dsb. Perasaan-perasaan yang menghalangi kita untuk memulai itu akan segera lenyap di saat kita mulai melangkah, dan akan berubah menjadi kepercayaan diri dan semangat agar langkah kita sukses.
Segeralah melangkah, jika suatu hal dapat dilakukan hari ini mengapa kita menundanya hingga esok hari.