Epistem(ologi) Naisbitt Meraba Masa Depan
Resensi ini dimuat di Sinar Harapan, Sabtu 8 Desember 2007
Judul buku : Mind Set!,
Penulis : John Naisbitt,
Penerbit : Daras Books, Jakarta,
Cetakan : Pertama, Juni 2007,
Tebal buku : 348 halaman
KETIKA John Naisbitt meluncurkan buku Megatrends (1982), orang di seluruh dunia pun seakan tersentak dengan pemikiran brilian lelaki kelahiran Utah 15 Januari 1929 itu yang bisa jeli melihat masa depan dunia. Apalagi prediksi yang dicanangkan Naisbitt luar biasa tepat. Mendadak, nama Naisbitt pun menjadi terkenal karena selama lebih 2 tahun Megatrends menduduki daftar New York Time Bestseller, dan terjual lebih dari sembilan juta kopi di 52 negara. Selain itu, Naisbitt dijuluki sebagai “sang futuris dan filsuf global terkemuka” era modern.
Tapi buah pemikiran Naisbitt itu tak serta-merta lepas dari risiko bias interpretasi dan bahkan disalahpahami. Kenapa? Lantaran dalam Megatrends itu, Naisbitt menggambarkan masa depan dunia tak diikuti pendekatan dan bingkai pola pikir yang mengantarkan Naisbitt dapat mengambil kesimpulan.Dua puluh empat tahun kemudian, Naisbitt menjawab rahasia “pola pikir” (epistemologi) di balik kesimpulan Megatrends itu lewat buku yang berjudul Mind Set! Reset Your Thingking and See the Future (2006) yang diterjemahkan dalam edisi bahasa Indonesia oleh Penerbit Daras books pada tahun ini dengan judul yang masih sama; Mind Set.
Secara gamblang, buku ini mengupas 11 pola pikir (pada bagian I) yang membeberkan rahasia di balik kesimpulan Naisbitt meraba dunia dan (bagian II) menjelaskan ‘apa yang terjadi’ di masa depan. Karena itu di bagian pendahuluan Naisbitt menulis “Tanpa pola pikir ini, saya tidak mungkin menelurkan Megatrends dan Megatrends 2000″ (hal. 20).
11 Pola Pikir
PADA bagian I buku ini, Naisbitt menjelaskan; mengapa dia bisa meraba dunia? Kunci jawaban itu ada pada pendekatan, pikiran dan pengalaman Naisbitt yang terangkum dalam 11 pola pikir ini.
Pola pikir #1, meski banyak hal berubah, kebanyakan hal tetap konstans. Itu dibuktikan Naisbitt –yang sejak kecil melihat petani tak banyak berubah. Jika ada yang berubah, perubahan itu terletak pada “apa” yang dilakukan bukan pada “bagaimana” mereka melakukan.
Pola pikir #2, masa depan tertanam di masa kini. Pola pikir
#3, fokus pada skor pertandingan. Dua pola pikir itu bisa dijelaskan, saat pertandingan sepak bola berakhir dengan skor 3-2 maka itu hasil akhir yang tak bisa dirubah. Skor itu, juga jadi alat bantu memahani masa kini yang merupakan langkah awal memahami masa depan. Pola pikir
#4, memahami betapa menguntungkannya bila Anda tidak harus benar. Di mata Naisbitt, Einstein bisa jadi tokoh besar dunia bidang fisika, karena ia tak mencari siapa yang benar, tapi apa yang benar.
Pola pikir #5 melihat masa depan sebagai potongan teka-teki. Menurut Naisbitt, “masa depan” itu kumpulan kemungkinan, arah peristiwa, perubahan dan kejutan. Pola pikir
Pola Pikir #6, jangan berada terlalu jauh di depan sampai-sampai orang menganggap Anda tidak bagian mereka. Karena ketika Anda berlari kencang dengan visi sendiri meninggalkan kelompok Anda terlalu jauh di belakang, maka Anda tak akan mendapatkan apa-apa.
Pola pikir #7, resistensi terhadap perubahan berhenti jika ada manfaat nyata. Jelasnya, orang ingin maju biasanya tak menolak perubahan karena tidak tahan terhadap perubahan tapi karena melihat perubahan itu menawarkan manfaat (hal. 96).
Pola pikir #8, apa yang kita pikirkan akan terjadi, selalu terjadi lebih lambat. Penemuaan di bidang teknologi, “mengajarkan” Naisbitt melihat perubahan terjadi secara evolusioner bukan revolusioner.
Pola #9, hasil diperoleh bukan dari memecahkan masalah, tetapi memanfaatkan peluang. Jika mau merengkuh masa depan jangan berpegang pada cara menyelesaikan masalah melainkan pada usaha memanfaatkan peluang.
Pola pikir #10, jangan menambah tanpa mengurangi. Ini seperti “pertandingan” basket dengan aturan batasan tim yang main di lapangan. Karena itu, jika ingin menambah pemain lagi untuk memperkuat tim, tak ada cara lain kecuali harus mengganti pemain (mengurangi).
Pola pikir #11, jangan lupakan ekologi teknologi. Sebab kemajuan di bidang teknologi seringkali membawa konsekuensi yang tak terelakkan.
Gambaran Masa Depan Dunia
BERPIJAK 11 pola pikir itu, Naisbitt (di bagian II buku ini) menggambarkan “seperti apa” masa depan dunia? Pertama, budaya visual akan mengambil alih dunia. Pengambilalihan itu digambarkan John Nasibitt dengan kematian novel (setelah diadaptasi jadi film), kematian koran (diganti tv atau internet) dan kematian iklan baris. Kedua, “perluasan wilayah ekonomi” tidak lagi ditentukan berdasarkan negara melainkan domain ekonomi. Naisbitt melihat dunia akan ditentukan “ilmu ekonomi” bukan cengkraman ilmu politik.
Ketiga, meskipun banyak kalangan memprediksi (dalam waktu dekat) China akan mengungguli Amerika, tapi di mata Naisbitt masih butuh ‘waktu lama’. Alasan Naisbitt, PDB China (tahun 2004) masih lebih rendah dari posisi keseratus di dunia. Basis ekonomi China masih rendah dibanding basis ekonomi Amerika. “Segala hal yang kita perkirakan akan terjadi selalu terjadi secara lebih lambat (pola pikir #8). Seperti tahun 1957, orang meramalkan Uni Soviet tidak lama lagi akan menjadi hegemoni teknologi dan ekonomi dunia. Tapi ramalan itu tak pernah terjadi,” sanggah Naisbitt.
Keempat, Eropa akan mengalami kemerosotan bersama. Memang Eropa telah tergabung dalam wadah Uni Eropa dan bercita-cita jadi “pengendali ekonomi” dunia (liberal). Tapi, perubahan itu ternyata tidak dirintangi revolusi meninggalkan pola pikir (memilih mengatasi masalah daripada mengeksploitasi peluang) melainkan masih tetap mempertahankan “negara kesejahteraan” (sosialis) sehingga Uni Eropa akan mengalami kemorosotan bersama lantaran perlambatan pertumbuhan ekonomi dan pengangguran. Kelima, dunia memasuki era evolusi. Naisbitt melihat masa kini merupakan lumbung inovasi karena kita tinggal mengembangkan berbagai teknologi yang sudah dikembangkan sebelumnya.
Buku Mind Set! ini tak dapat disangkal adalah buku luar biasa. Karena gambaran tentang masa depan yang dijelaskan Naisbitt dalam buku ini akan memberikan ‘pemikiran baru’ bagi pembaca tentang wajah dunia.
Selain itu, 11 pola pikir yang dijelaskan Naisbitt di buku ini tidak mustahil akan mengeset pola pikir lama yang selama ini menghalangi penglihatan pembaca. Meski buku ini mengulas pola pikir secara umum, bukan berarti tidak dapat ditarik dalam ruang lingkup kecil dalam kehidupan pribadi. Karena itu, setelah membaca buku ini, bisa dipastikan pembaca akan terlahir jadi “manusia baru”. Setiap pola pikir buku ini seperti menyingkirkan rintangan di depan mata dan membuat masa depan terpampang di depan mata Anda.
(resensi oleh Nur Mursidi, alumnus Filsafat UIN, Sunan Kalijaga Yogyakarta).